Kabupaten Toba Samosir
DI pesisir Danau Toba bagian timur, tepatnya di Dermaga Penyeberangan Ajibata dan Tiga Raja, hilir mudik manusia menggunakan feri dan perahu motor ke Pulau Samosir seolah tanpa henti. Tujuan gelombang manusia ini tak lain adalah Tuk-tuk Siadong dan Tomok, tempat persinggahan favorit turis lokal maupun asing, untuk kemudian mengeksplorasi keindahan Danau Toba dan Pulau Samosir.
MULAI ramainya turis menggambarkan makin membaiknya kepercayaan mereka-terutama turis asing-untuk kembali datang ke daerah di negara yang masih dipertanyakan keamanannya. Danau Toba dan Pulau Samosir akan tetap memiliki nilai jual wisata.
Keindahan setiap sudut Danau Toba, deretan perbukitan hijau Bukit Barisan, dan air terjun yang mempercantiknya, bukan hal baru sebagai obyek wisata andalan Sumatera Utara. Anugerah alam ini dimiliki Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 telah memisahkan diri dari kabupaten induk, Tapanuli Utara. Tujuan menjadi daerah otonom tak lain untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah yang sampai sekarang belum mencapai Rp 1 triliun.
Denyut nadi perekonomian penduduk secara geografis terpetakan di bidang pertanian. Meski dari dulu potensi keindahan alam Toba dan Samosir tak habis-habisnya ditelusuri, dipuji, dan mengangkat pariwisata, namun hal itu tidak mengurangi dominasi usaha pertanian. Ketika krisis ekonomi melanda, tahun 1997, pertanian tetap menjadi gantungan penduduk. Apalagi ketika sektor pariwisata ikut terpuruk. Arus wisatawan yang menurun drastis membuat sepi usaha ikutannya, jasa dan perdagangan.
Potensi yang terbukti menghidupi penduduk adalah pertanian tanaman pangan. Dari wilayah 344.085 hektar, 24.806 hektar merupakan lahan sawah. Dari lahan ini petani mampu swasembada dan bahkan surplus beras. Produksi padi lebih dari 100.000 ton dengan produktivitas 5,2 ton per hektar. Kelebihan beras ini ikut memasok kebutuhan beras Tapanuli Utara, Sibolga, Dairi, bahkan Riau.
Penanaman padi merata di tiap kecamatan. Namun, sentra tanaman padi adalah Kecamatan Porsea, Lumbanjulu, Balige, dan Silaen. Selain beras, produksi jagung, ubi kayu, dan ubi jalar Tobasa juga cukup tinggi.
Potensi tanaman di lahan kering juga diunggulkan. Lahan kering yang termanfaatkan untuk tanaman padi gogo, palawija, sayur, dan buah-buahan 71.904 hektar. Masih ada 42.871 hektar yang belum termanfaatkan. Salah satu komoditas unggulan adalah bawang merah di Kecamatan Pangururan dan Sianjur Mula-mula. Pemasarannya lokal kemudian ke tanah Jawa. Bahkan, bibit bawang merah dari dua kecamatan ini tidak saja dimanfaatkan petani setempat, tapi juga dikembangkan petani di Jawa, seperti di Kabupaten Brebes (Jawa Tengah).
Pertanian Tobasa tidak hanya tanaman pangan. Perkebunan kopi, kemiri, dan kemenyan, perikanan air tawar, serta usaha ternak ikut menggiatkan perdagangan. Kegiatan industri pengolahan pun ikut terdongkrak. Setidaknya, terdapat 1.907 unit usaha industri kecil rumah tangga yang mengolah hasil pertanian dan kehutanan. Tenaga kerja yang terserap 2.700 orang menghasilkan nilai produksi hingga Rp 5 miliar.
Selain industri berbasis pertanian, industri rumahan di bidang kerajinan ulos, tekstil, kimia, bahan bangunan, dan lainnya turut menjawab kebutuhan penduduk. Jumlahnya sekitar 2.053 unit usaha dengan sekitar 3.700 tenaga kerja.
Sejumlah industri besar bercokol di sini mengembangkan modal. Sebut saja PT Toba Pulp Lestari, dulunya PT Inti Indorayon Utama yang kontroversial dan kini beroperasi mengolah bubur kertas. Juga ada PT Inalum yang menghasilkan aluminium dan energi listrik yang memanfaatkan air Danau Toba. Kedua perusahaan besar ini berada di Kecamatan Porsea yang juga sentra pertanian Tobasa. Beberapa perusahaan besar lainnya di bidang budi daya ikan nila merah dengan sistem jaring apung dan bidang pariwisata juga turut eksis.
Sebagai kabupaten yang belum lima tahun dimekarkan, berbagai jenis investasi dibutuhkan guna memacu perkembangan ekonomi daerah. Berbagai potensi dirasakan belum tergarap optimal. Salah satunya, sektor pertambangan yang memiliki potensi tak kalah prospektif. Perut bumi Kabupaten Tobasa mengandung sedikitnya 15 jenis bahan tambang galian golongan C guna keperluan industri, seperti tanah diatomi, kalsium karbonat, kaolin, batu gamping, pasir kuarsa, emas dan perak, marmer, bismut, barite, ziolit, fosfat, guano, hematite, andesit, dan tawas.
Keinginan mendatangkan investor perlu persiapan. Sarana pendukung menjadi faktor magnetik. Misalnya, kehadiran industri pengolahan memerlukan sumber daya listrik memadai. Setelah pasokan listrik dari PLTA Asahan II, kebutuhan listrik juga akan dipenuhi oleh PLTA Asahan I yang akan direalisasikan pembangunannya setelah mendapat persetujuan Presiden Megawati.
Soal infrastruktur jalan juga menjadi pertimbangan. Saat ini sekitar 60 persen dari 1.655,3 kilometer jalan kabupaten dalam keadaan rusak dan 792,1 kilometer di antaranya masih merupakan jalan tanah. Pembenahan sarana jalan ini akan menentukan kelancaran jalur pemasaran produksi, selain juga sangat berarti bagi kegiatan pertanian dan pariwisata.
Berkait dengan tahun investasi, pemerintah kabupaten optimistis mampu menarik investor asing maupun domestik. Tentunya dengan dukungan stabilitas politik dan keamanan. Kemudahan akan diberikan untuk menarik investor, misalnya mempersilakan perusahaan berjalan lebih dulu, izin usaha bisa dilakukan sambil jalan.
DI pesisir Danau Toba bagian timur, tepatnya di Dermaga Penyeberangan Ajibata dan Tiga Raja, hilir mudik manusia menggunakan feri dan perahu motor ke Pulau Samosir seolah tanpa henti. Tujuan gelombang manusia ini tak lain adalah Tuk-tuk Siadong dan Tomok, tempat persinggahan favorit turis lokal maupun asing, untuk kemudian mengeksplorasi keindahan Danau Toba dan Pulau Samosir.
MULAI ramainya turis menggambarkan makin membaiknya kepercayaan mereka-terutama turis asing-untuk kembali datang ke daerah di negara yang masih dipertanyakan keamanannya. Danau Toba dan Pulau Samosir akan tetap memiliki nilai jual wisata.
Keindahan setiap sudut Danau Toba, deretan perbukitan hijau Bukit Barisan, dan air terjun yang mempercantiknya, bukan hal baru sebagai obyek wisata andalan Sumatera Utara. Anugerah alam ini dimiliki Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 telah memisahkan diri dari kabupaten induk, Tapanuli Utara. Tujuan menjadi daerah otonom tak lain untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah yang sampai sekarang belum mencapai Rp 1 triliun.
Denyut nadi perekonomian penduduk secara geografis terpetakan di bidang pertanian. Meski dari dulu potensi keindahan alam Toba dan Samosir tak habis-habisnya ditelusuri, dipuji, dan mengangkat pariwisata, namun hal itu tidak mengurangi dominasi usaha pertanian. Ketika krisis ekonomi melanda, tahun 1997, pertanian tetap menjadi gantungan penduduk. Apalagi ketika sektor pariwisata ikut terpuruk. Arus wisatawan yang menurun drastis membuat sepi usaha ikutannya, jasa dan perdagangan.
Potensi yang terbukti menghidupi penduduk adalah pertanian tanaman pangan. Dari wilayah 344.085 hektar, 24.806 hektar merupakan lahan sawah. Dari lahan ini petani mampu swasembada dan bahkan surplus beras. Produksi padi lebih dari 100.000 ton dengan produktivitas 5,2 ton per hektar. Kelebihan beras ini ikut memasok kebutuhan beras Tapanuli Utara, Sibolga, Dairi, bahkan Riau.
Penanaman padi merata di tiap kecamatan. Namun, sentra tanaman padi adalah Kecamatan Porsea, Lumbanjulu, Balige, dan Silaen. Selain beras, produksi jagung, ubi kayu, dan ubi jalar Tobasa juga cukup tinggi.
Potensi tanaman di lahan kering juga diunggulkan. Lahan kering yang termanfaatkan untuk tanaman padi gogo, palawija, sayur, dan buah-buahan 71.904 hektar. Masih ada 42.871 hektar yang belum termanfaatkan. Salah satu komoditas unggulan adalah bawang merah di Kecamatan Pangururan dan Sianjur Mula-mula. Pemasarannya lokal kemudian ke tanah Jawa. Bahkan, bibit bawang merah dari dua kecamatan ini tidak saja dimanfaatkan petani setempat, tapi juga dikembangkan petani di Jawa, seperti di Kabupaten Brebes (Jawa Tengah).
Pertanian Tobasa tidak hanya tanaman pangan. Perkebunan kopi, kemiri, dan kemenyan, perikanan air tawar, serta usaha ternak ikut menggiatkan perdagangan. Kegiatan industri pengolahan pun ikut terdongkrak. Setidaknya, terdapat 1.907 unit usaha industri kecil rumah tangga yang mengolah hasil pertanian dan kehutanan. Tenaga kerja yang terserap 2.700 orang menghasilkan nilai produksi hingga Rp 5 miliar.
Selain industri berbasis pertanian, industri rumahan di bidang kerajinan ulos, tekstil, kimia, bahan bangunan, dan lainnya turut menjawab kebutuhan penduduk. Jumlahnya sekitar 2.053 unit usaha dengan sekitar 3.700 tenaga kerja.
Sejumlah industri besar bercokol di sini mengembangkan modal. Sebut saja PT Toba Pulp Lestari, dulunya PT Inti Indorayon Utama yang kontroversial dan kini beroperasi mengolah bubur kertas. Juga ada PT Inalum yang menghasilkan aluminium dan energi listrik yang memanfaatkan air Danau Toba. Kedua perusahaan besar ini berada di Kecamatan Porsea yang juga sentra pertanian Tobasa. Beberapa perusahaan besar lainnya di bidang budi daya ikan nila merah dengan sistem jaring apung dan bidang pariwisata juga turut eksis.
Sebagai kabupaten yang belum lima tahun dimekarkan, berbagai jenis investasi dibutuhkan guna memacu perkembangan ekonomi daerah. Berbagai potensi dirasakan belum tergarap optimal. Salah satunya, sektor pertambangan yang memiliki potensi tak kalah prospektif. Perut bumi Kabupaten Tobasa mengandung sedikitnya 15 jenis bahan tambang galian golongan C guna keperluan industri, seperti tanah diatomi, kalsium karbonat, kaolin, batu gamping, pasir kuarsa, emas dan perak, marmer, bismut, barite, ziolit, fosfat, guano, hematite, andesit, dan tawas.
Keinginan mendatangkan investor perlu persiapan. Sarana pendukung menjadi faktor magnetik. Misalnya, kehadiran industri pengolahan memerlukan sumber daya listrik memadai. Setelah pasokan listrik dari PLTA Asahan II, kebutuhan listrik juga akan dipenuhi oleh PLTA Asahan I yang akan direalisasikan pembangunannya setelah mendapat persetujuan Presiden Megawati.
Soal infrastruktur jalan juga menjadi pertimbangan. Saat ini sekitar 60 persen dari 1.655,3 kilometer jalan kabupaten dalam keadaan rusak dan 792,1 kilometer di antaranya masih merupakan jalan tanah. Pembenahan sarana jalan ini akan menentukan kelancaran jalur pemasaran produksi, selain juga sangat berarti bagi kegiatan pertanian dan pariwisata.
Berkait dengan tahun investasi, pemerintah kabupaten optimistis mampu menarik investor asing maupun domestik. Tentunya dengan dukungan stabilitas politik dan keamanan. Kemudahan akan diberikan untuk menarik investor, misalnya mempersilakan perusahaan berjalan lebih dulu, izin usaha bisa dilakukan sambil jalan.
loading...